Bila setelah cintaku kepada Alloh,
Aku mencintai orang seperti dia
Di kampung maupun di kota
Orang Arab maupun lainnya
Maka mataku tak pernah terpuaskan
Oleh pemandangan yang elok nan menawan
Dan mulutku pun tak henti-henti bicara
Mengucapkan kata-kata yang baik dan benar
Masamu laksana taman
dan eramu hijau merona
Kenanganmu laksana burung pipit
Yang mematuk memakan hati
Tiba-tiba.....di ladang itu
Ada bulir-bulir padi
Ada kawanan burung pipit
Dan ada pula pepohonan
Kau sentuh angan-angan kami
Lalu berubah menjadi saluran air
Engkau hujani kami dengan cinta
Dan hujanmu turun tanpa henti
Kenanganmu selalu datang kepadaku
Disetiap petang menjelang malam
Pikiranku tumbuh dan berdaun Lebat
Disaat aku memikirkanmu
Luka-lukaku terasa enggan
Untuk mendekap kesembuhannya
Luka cinta itu seolah-olah
Tidak akan pernah sembuh
Aku sungguh mencintaimu...
Tapi tak punya tafsir untuk kekasihku
Aku tafsirkan apa?
Toh cinta tak bisa ditafsirkan
Wahai lelaki yang paling mulia,
Engkau terlambat...
Maka malam kami terasa panjang
Dan Sinar pelita itu pun turut begadang.
(Dr Aidh Al Qorni: Muhammad Sang Idola)
0 komentar :
Posting Komentar