Abu Idris al Khaulani bercerita, suatu ketika diriku tengah berziarah ke salah satu masjid di kota Damaskus. Kemudian aku mendapati seorang pemuda baik rupa; wajahnya cerah, seakan menyemburatkan cahaya. Banyak jamaah yang mengelilinginya. Apabila mereka berbeda pendapat dalam permasalahan agama, mereka bertanya kepada pemuda itu. Aku pun berusaha mencari tahu tentang siapa dia sebenarnya? Seorang jamaah kemudian memberitahui ku, bahwa ia bernama Mu’adz bin Jabal.
Keesokan harinya, aku melakukan sebuah perjalanan. Pemuda yang kemarin ku lihat di masjid, ternyata juga tengah melakukan perjalanan yang sama denganku. Ia berada tak jauh di depan jalan yang akan kulalui. Begitu mendekat, kudapati ia sedang mendirikan shalat, aku pun bersabar untuk menungguinya.
Setelah pemuda itu menyelesaikan shalat, aku segera datang menghampiri. Aku duduk tepat di depannya, ku ucapkan salam, kemudian ku ungkapkan isi hatiku padanya, “Demi Allah, tidak lah aku mencintai mu melainkan karena Allah.” Ia kemudian berkata: demi Allah, ku menjawabnya: demi Allah, Ia kemudian berkata lagi: demi Allah, ku kembali menjawabnya: demi Allah, kemudian ia menarik sorbanku sehingga posisiku menjadi lebih dekat dengannya.
Pemuda itu kemudian berkata, “Aku memiliki sebuah kabar gembira. Ku mendengar Rasulullah Saw. telah bersabda, Allah Swt. telah berfirman: Kulimpahkan kecintaan-Ku kepada mereka yang saling mencintai karena-Ku, dan juga kepada mereka yang saling silaturahim satu sama lain karena-Ku, dan kepada mereka yang saling berkorban karena-Ku.” (diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitabnya Al Muwatho’)
Cinta yang dibahasakan Abu Idris dalam kisah di atas, bukanlah cinta tanda kutip yang berangkat dari kacamata biologis, namun cinta di sini memiliki arti yang lebih dalam, yaitu ungkapan rasa cinta yang lahir karena ketaatan kepada Allah Swt.
Mereka saling cinta bukan karena harta atau pun jabatan. Bukan pula dengan iming-iming keduniawian lainnya. Mereka saling cinta karena kuatnya keimanan yang mereka miliki, yang menautkan hati mereka di dunia, hingga akan berlanjut ke akhirat kelak.
Hanya mereka yang saling cinta di jalan Allah saja lah, yang dapat merasakan manisnya iman. Rasulullah Saw. bersabda, tiga hal yang apabila terdapat dalam diri seorang muslim, maka ia akan merasakan lezatnya iman, yaitu, menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, dan tidaklah ia mencintai seseorang kecuali karena Allah Swt., dan ia membenci kembali kepada kekafiran sebagaimana bencinya ia dicampakkan ke dalam neraka. (HR. Abu Daud)
Raihlah Cinta Allah
Pada hakikatnya, setiap muslim memiliki potensi untuk menumbuhkan dan mendapatkan rasa cinta dari saudaranya seiman. Syaratnya, jadilah sosok pribadi muslim yang shalih, taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena hati orang-orang shalih itu sudah digariskan akan selalu terpaut satu sama lain, dan itu semua akan terjadi dengan sendirinya.
Hal tersebut dijelaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, Al Quran surat Maryam ayat 96, yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.”
Ibnu Katsir, dalam kitab tafsir, Al Quran Al ‘Adzim menjelaskan, bahwa rasa mawaddah atau kasih sayang akan ditanamkan Allah dalam diri seorang muslim terhadap saudaranya yang lain, selama mereka konsisten beramal dalam hal yang Allah ridhai, taat kepada perintah serta menjauhi larangan-Nya, menghidupkan dan menegakkan syariat agama dalam kesehariannya.
Anugerah mawaddah sendiri baru ada, setelah didahului oleh kecintaan Allah kepada hamba-nya itu. Rasa kasih sayang ini baru akan sampai ke bumi dan menyemai di antara para pecinta Allah, setelah rasa cinta itu lebih dulu menjadi pembicaraan utama para penduduk langit.
Dalam sabdanya, Rasulullah Saw. mengatakan “Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan memanggil Jibril dan berkata: Sesungguhnya Aku mencintai fulan maka cintailah dia! Jibril pun mencintainya. Kemudian dia menyeru para penghuni langit: Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia! Para penghuni langitpun mencintainya. Setelah itu, barulah pesan cinta ini diturunkan di antara hati para pecinta-Nya di bumi. (HR. Bukhari & Muslim)
Keutamaan lainnya bagi para pecinta di jalan Allah juga dijelaskan dalam beberapa hadits. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Allah Swt. berfirman, di manakah orang-orang yang saling mencintai karena-Ku? Hari ini Aku akan menaunginya dalam naungan-Ku, pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku.” (HR. Bukhari)
Di hadits lain kemudian disebutkan, Rasulullah Saw. bersabda: tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari kiamat kelak, di antaranya adalah; dua orang manusia yang saling mencintai karena Allah, mereka bertemu dan berpisah karena-Nya. (HR. Muslim)
Maka, jangan sia-sia kan waktu kita untuk berupaya menjadi hamba pilihan yang dicintai Allah. Jangan segan untuk menyatakan rasa cinta Anda karena Allah kepada saudara seiman yang lain. Tak harus berupa kata-kata dengan mengucapkan “Inni uhibbukum fillah” saja, tapi juga bisa dilakukan dengan perbuatan. Menasihatinya dalam hal agama, mengingatkannya akan akhirat, itu semua juga merupakan bukti kecintaan kita karena Allah Swt..Dengan jalan kecintaan seperti inilah, maka kasih sayang Allah akan terus menyertai kehidupan kita.
Hebatnya, rasa cinta seperti ini tak hanya berhenti di dunia, namun akan berlanjut hingga hari kiamat kelak. Kecintaan karena Allah ini merupakan indikasi dari orang-orang yang bertaqwa, yang akan diselamatkan Allah dari permusuhan antar sesama manusia di hari akhir nanti. Allah Swt. telah berfirman yang artinya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Az Zukhruf: 67)
Wallahua’lam bishowab
Oleh: Muhammad Syarief
0 komentar :
Posting Komentar